Agustus telah berlalu, sudah lima bulan aku mendampingimu. Edelweis-edelweis itu juga telah mekar dengan sempurna. Tinggal menunggu waktu 10 tahun lagi untuk gugur. Begitu juga denganmu yang semakin memperlihatkan siapa dirimu sebenarnya. Entah membutuhkan waktu 10 tahun atau tidak untuk bisa melihat semangatmu gugur dalam pendakian.
Ternyata selama ini, kau bukan pecinta alam seperti yang ku kenal dulu. Kau hanya berusaha melarutkan emosimu sejalan dengan pendakianmu ke gunung-gunung itu. Gunung yang telah merenggut nyawa kekasihmu dengan kejam.
Dan aku hanya seorang gadis bodoh yang dengan tekad telah merajut asa, dengan tulus berikrar akan setia menemani dalam setiap perjalananmu hanya demi terbukanya pintu hatimu untukku. Namun ternyata, setiap pendakian semata-mata diniatkan hanya untuk mengenang kepergian kekasihmu.
Lalu, bagaimana bisa aku merajut asa untuk orang yang lebih memilih mematikan rasa demi mengabadikan perasaan masa lalunya ? Bagaimana bisa aku berharap dihargai oleh orang yang lebih menghargai masa lalunya ? Bagaimana bisa aku membangun mimpi masa depan bersama orang yang masih suka berjalan dalam masa lalunya ?
Andai sejak awal aku tahu alasanmu berani menggenggam jemariku waktu itu, andai aku tahu alasanmu menatapku begitu dalam waktu itu. Semua itu tak terlepas dari bayangan masa lalumu. Ternyata, bagimu aku hanya pareidolia dari kekasihmu yang tak akan pernah tergantikan oleh siapa pun itu.
Ternyata selama ini, kau bukan pecinta alam seperti yang ku kenal dulu. Kau hanya berusaha melarutkan emosimu sejalan dengan pendakianmu ke gunung-gunung itu. Gunung yang telah merenggut nyawa kekasihmu dengan kejam.
Dan aku hanya seorang gadis bodoh yang dengan tekad telah merajut asa, dengan tulus berikrar akan setia menemani dalam setiap perjalananmu hanya demi terbukanya pintu hatimu untukku. Namun ternyata, setiap pendakian semata-mata diniatkan hanya untuk mengenang kepergian kekasihmu.
Lalu, bagaimana bisa aku merajut asa untuk orang yang lebih memilih mematikan rasa demi mengabadikan perasaan masa lalunya ? Bagaimana bisa aku berharap dihargai oleh orang yang lebih menghargai masa lalunya ? Bagaimana bisa aku membangun mimpi masa depan bersama orang yang masih suka berjalan dalam masa lalunya ?
Andai sejak awal aku tahu alasanmu berani menggenggam jemariku waktu itu, andai aku tahu alasanmu menatapku begitu dalam waktu itu. Semua itu tak terlepas dari bayangan masa lalumu. Ternyata, bagimu aku hanya pareidolia dari kekasihmu yang tak akan pernah tergantikan oleh siapa pun itu.