Hargailah Cinta dan Kasih Sayang, karena Keduanya Selalu Menyertai Kehidupan Kita

Selasa, 05 Februari 2013

Masih ada orang lain yang peduli kepadaku

      Suatu malam, seorang temanku mengajakku jalan-jalan. Tiba-tiba dia berhenti di depan tempat permainan bilyard. Dia turun dari sepeda motor yang dinaiki kami berdua, kemudian merayu seorang om-om. “Hay om”. Lelaki berbadan besar dan tinggi itu kemudian tersenyum padanya.
“Om, belum makan nih” kata Lisa, temanku
“sini, sini” kata lelaki itu dengan melambaikan tangannya.
Lisa pergi mendekati lelaki itu.
“Rin, tunggu ya” katanya padaku
       Di sana, yang ku lihat mereka berbisik-bisik entah apa yang mereka bincangkan dalam setiap bisikan mereka. Dada Lisa semakin ia dekatkan ke dada lelaki itu. Kedua tangan lelaki itu kemudian memeluk pinggul Lisa. Dalam hati aku berkata, “Apa yang dia lakukan?”. Sungguh, saat ini, walaupun aku terlihat bergaul dengan orang-orang seperti Lisa, tapi aku enggan melakukan hal seperti itu. Mungkin ibu akan membunuhku jika dia masih hidup jika tahu anak gadisnya seperti itu. Lisa menjinjit dan mencium lelaki itu. Mataku terus melototi mereka berdua. Lelaki itu lalu mencium kedua pipi Lisa, dahinya, lehernya, hingga bibirnya. Tangan lelaki itu dilepaskan dari pinggul Lisa. Mereka berdua menjauh 5 cm. Lelaki itu mengeluarkan dompet dari saku celananya bagian belakang. Di tariknya beberapa lembar uang 100.000 dan kemudian diberikan kepada Lisa.
“Thank’s om” kata Lisa dengan menepuk-nepukkan uang-uang itu ke mulut lelaki itu.
Lisa berjalan dengan senyum lebar ke arahku. Dia langsung mengajakku ke restaurant. Sepanjang perjalanan ke restaurant, aku terus memikirkan hal yang tadi dilakukan Lisa. Segampang itukah dia memperoleh uang ? Hanya dengan merayu laki-laki yang tidak tahu entah suami orang atau bukan, duda atau bukan, dia bisa diberikan uang sebanyak itu.
“Hey, Rin. kamu di belakang kenapa diam ? Kesambet baru tahu rasa loe” kata Lisa
“Nggak Lis. Emmm. . . .ngomong-ngomong tadi itu kamu ngapain?”
“Biasa, jual diri kelas bawah. Lo kan tau gue bispak. Ya gitu, kerja gue. Lumayan kan. Bisa dapat uang banyak tanpa kerja keras sedikit pun.” Jawab Lisa
“Oh gitu”
“emang kenapa ? kamu mau juga ya Rin?” tanya Lisa yang langsung membuatku kaget.
Aku tak menjawab apa-apa, sedangkan Lisa menertawaiku terbahak-terbahak. Aku terdiam sampai kami tiba di restoran yang kami tuju.
***
     Aku sedang jalan-jalan bersama teman-temanku. Ya, teman-teman baikku yang datang dari kalangan anak-anak yang rusak pergaulannya. Kami pergi ke puncak. Di sana, kami duduk bersama-sama. Bercanda, bergurau dan tertawa bersama-sama. Kami merokok dan mencicipi sedikit minuman keras. Di antara kami, ternyata ada yang minum berlebihan, namanya Arai. Dia mabuk berat hingga tak terkendalikan. Tanpa kusadari, sejak dia belum mabuk hingga mabuk seberat itu, dia terus menatapku. Entah apa yang dia pikirkan tentang diriku hingga bisa menatapku sampai-sampai tak sadar bahwa dia telah minum terlalu banyak. Tiba-tiba dia berdiri dan berjalan padaku.
“Hey, Rina. Stop. Lepaskan barang itu dari mulut kamu”
Semua anak-anak bingung dan menatapnya dengan heran.
“Loh, kenapa?” tanyaku bingung
“aku nggak suka, stop” bentaknya
Aku berdiri dan memasang wajah menantang padanya.
“Eh, kamu kenapa sih ? Stres kamu. aku yang merokok kok kamu yang sewot? Apa hak kamu?”
Dia berbalik badan, kemudian berbalik lagi kepadaku.
“kamu tanya kenapa? Haa? Kenapa?” Dia bertanya semakin keras.
Aku pura-pura cuek dan berjalan menjauh kemudian lanjut menghisap rokokku. Tanpa sadar, dia berlari ke arahku dan kemudian melepaskan rokok yang sedang ku hisap dari mulutku. Dia langsung memelukku dengan erat.
“Rin, cewek-cewek lain boleh merokok. Tapi kamu, aku nggak mau kamu sama kayak yang lain. Kamu nggak pantas temenan sama kita. Kamu ini cewek baik-baik. Apa yang buat kamu kayak gini? Bilang sama aku. Aku nggak bisa ngeliat kamu rusak kayak gini” katanya
Tiba-tiba pikiranku melayang, hatiku tertekuk, aku sampai bingung. Dia bersikap seakan-akan dia memerhatikanku selama ini. Dia seperti menyukaiku. Semua diam. Salah satu dari kami merasa terganggu oleh perlakuan Arai. Dia memutuskan untuk meninggalkan puncak diikuti teman-teman lainnya, begitu pula dengan aku dan Arai.
***
      Hari berganti hari, sikap Arai semakin berubah. Dia semakin berlebihan menghadapiku. Sedikit kesalahanku adalah masalah besar baginya. Hingga aku merasa tak lagi bebas seperti sebelumnya. Semua tindakannya mampu membuka pintu hatiku. Aku tertarik dengan perhatiannya. Perhatian yang sudah lama ku impikkan setelah ibu pergi. Perhatian yang sudah lama tertanam bersama ibu. Kini perhatian itu lahir kembali dalam sosok yang berbeda, dengan cara yang berbeda, hingga aku ikut merasakan sesuatu yang berbeda.
      Suatu malam, Arai mengajakku pergi ke puncak dimana kita bisa melihat pemandangan kota di malam hari yang indah. Kami berdua duduk di tepi jalan raya. Entah dengan status apa, dengan lancangnya dia menyandarkan kepalaku di bahunya, dan memelukku. Jujur saja aku sangat nyaman di dekatnya sehingga ku biarkan diriku larut dalam perlakuan romantisnya. Kami berbincang-bincang sedikit mengenai keadaan kota malam hari itu. Tiba-tiba aku terdiam, dan Arai berbicara.
“Rin, aku boleh nggak nanya sama kamu?”
“Tanya apa”
“Kamu sayang nggak sama aku?” Tanya Arai yang langsung membuatku terdiam dan terpaku.
“Kenapa? Nggak bisa jawab?” Tanya Arai lagi
“Emm . . .emmm” aku bingung harus jawab apa.
“Nggak yaa? Maaf soal ini”
Dia melepaskan tangannya dariku dan langsung berdiri. Dia mengajakku untuk pulang. Timbul rasa penyesalan dari dalam hatiku. Aku menyesal tak menjawab pertanyaannya. Dia telah menyalakan sepeda motornya.
“Tunggu apa lagi? Ayo kita pulang” ajaknya
Aku berbalik dan berjalan menjauh darinya. Dia terheran, dan tak lama kemudian mematikan sepeda motornya dan berlari ke arahku. Dia menarik tanganku dan langsung membalikkan badanku mengadapnya.
“Rin, kenapa? Aku tahu kamu pasti mau bilang iya kan?”
Aku masih terdiam dan tak mampu berkata-kata. Sudah banyak hari yang kita lalui bersama. Banyak sekali perhatian yang sudah kunikmati darinya. Saat dia tak ada, hatiku seakan kehilangan sesuatu yang sangat berarti dalam hidupku. Semuanya sudah cukup meyakinkanku bahwa aku sudah jatuh cinta padanya. Dan begitu juga dia. Hanya saja, aku belum siap mengatakan semua ini.
“Jawab Rin, kamu mau nggak jadi pacarku?” tanyanya yang semakin membuatku gemetaran
“Aku. .aku. . .jujur saja akuu. . .” jawabku yang masih tergesa-gesa
“Apa, Rin ? Bilang. Jangan buat aku kayak gini terus ? Aku ingin miliki kamu, Rina.”
Aku masih saja diam dan dia pun menyerah.
“Yaa sudahlah, aku tahu aku nggak pantas buat kamu. Aku salah orang. Maaf udah buat kamu bingung kayak gini. Ayo kita pulang.” Katanya dengan memaksakkan senyumnya.
Dia menarik tanganku. Kami berjalan menuju sepeda motornya. Sambil berjalan, aku terus memikirkan apa yang sudah ku alami bersama Arai malam ini. Masih ada rasa penyesalan yang timbul dari hatiku. Dari tadi, rasa itu terus menghantuiku. Memaksaku untuk mengatakkan “iya”. Tapi aku sendiri tak mampu mengatakannya. Aku berhenti.
“Kenapa” tanya Arai
Dengan memberanikan diriku,
“Arai, sebenarnya aku juga ngerasain apa yang kamu rasain. Aku mau kok jadi pacar kamu”
     Wajah Arai yang sebelumnya terlihat cemberut tiba-tiba berubah ceria, dia langsung memelukku. Sejak malam itu, aku merasa seakan kehidupanku berubah. Semakin indah dengan hadirnya Arai. Dia memperbaiki kehidupanku yang sempat kacau, meski sebenarnya dia adalah lelaki yang punya pergaulan bebas. Tapi, sedikit pun dia tidak membiarkanku tenggelam dalam pergaulan seperti itu kembali.
         Baginya, aku adalah aku. Aku tidak boleh menjadi yang lain. Yang lain berbeda denganku. Karena aku kini hidup tanpa ibu, miskin akan perhatian, bukan berarti aku harus kehilangan arah dalam kehidupanku. Masih banyak jalan yang bisa ku tempuh untuk bisa bahagia. Di dunia ini, bukan hanya ibu yang ingin membuatku bahagia. Masih ada orang lain yang peduli kepadaku, seperti layaknya Arai. Aku harus bisa membuat ibu tersenyum di akhirat sana. Beliau harus bangga karena anak perempuannya sangat hebat karena sudah bisa hidup tanpa seorang ibu.

Hukum Newton II dalam Gerak Melingkar Beraturan


Gerak melingkar Beraturan dan Hukum Newton II telah kita pelajari sebelumnya. Namun, sebelum kita masuk masuk pada Hukum Newton II dalam Gerak Melingkar Beraturan, ada baiknya kita mengulas kembali kedua materi tersebut secara singkat sebagai berikut.

A.            Gerak Melingkar Beraturan
          ­Benda yang bergerak membentuk suatu lingkaran dengan radius r dan laju konstan v mempunyai percepatan yang arahnya menuju pusat lingkaran dan besarnya adalah :
                        as = v2/r                                                                       (1)
          Tidaklah mengejutkan bahwa percepatan ini bergantung pada v dan r. Untuk laju v yang lebih besar, semakin cepat pula kecepatan berubah arah.
          Vektor percepatan menuju ke arah pusat lingkaran. Tetapi vektor kecepatan selalu menunjuk ke arah gerak, yang tengensial terhadap lingkaran. Dengan demikian vektor kecepatan dan percepatan tegak lurus satu sama lain pada setiap titik di jalurnya untuk gerak melingkar beraturan 
          Gerak melingkar sering dideskripsikan dalam frekuensi f sebagai jumlah putaran per sekon. Periode T dari sebuah benda yang berputar membentuk lingkaran adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan 1 putaran. Periode dan frekuensi dihubungkan dengan
T = 1/f
Sebagai contoh, jika sebuah benda berputar dengan frekuensi 3 putaran/sekon, satu putaran memerlukan waktu 1/3 sekon. Untuk benda yang berputar membentuk lingkaran dengan laju konstan v, dapat kita tuliskan :
V = 2πr/T


B.        Hukum Newton II
Hukum II Newton menyatakan :
“Percepatan dari suatu benda akan sebanding dengan jumlah gaya yang bekerja pada benda tersebut dan berbanding terbalik dengan massanya.”
Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

 a = F/m atau F = ma

Dengan
a          =   percepatan benda (m/s2)
F        =   resultan gaya (N)
m         =   Massa benda (kg)


C.         Hukum Newton II dalam Gerak Melingkar Beraturan
 ­        Menurut Hukum Kedua Newton (F = ma), sebuah benda yang mengalami percepatan harus memiliki gaya total yang bekerja padanya. Benda yang bergerak membentuk lingkaran, seperti sebuah bola di ujung tali, dengan demikian harus mempunyai gaya yang diberikan padanya untuk mempertahankan geraknya dalam lingkaran itu. Dengan demikian, diperlukan gaya total untuk memberinya percepatan sentripetal. Besar gaya yang dibutuhkan dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Newton kedua untuk komponen radial, Fs =mas, dimana as adalah percepatan sentripetal, as = v2/r, dan ∑Fs adalah gaya total (atau netto) dalam arah radial :

                             Fs = mas = m v2/r              [gerak melingkar]         (2)

D.           Contoh Soal
Sebuah bola 0,15 kg di ujung sebuah tali 1,1 m (massa diabaikan) diputar membentuk lingkaran vertikal.
(a)   Tentukan laju minimum yang harus dimiliki bola pada puncak lintasannya sehingga bola itu bisa terus bergerak dalam lingkaran.
(b)   Hitung tegangan tali di dasar jalur dengan menganggap bola bergerak dengan laju dua kali lipat

Jawab :
                                           
(a)   Di puncak (titik A), dua gaya bekerja pada bola, mg, beratnya; FTA, gaya tegangan yang diberikan tali pada titik A. Keduanya bekerja dengan arah ke bawah, dan jumlah vektornya memberikan percepatan sentripetal as kepada bola. Sekarang kita pakai hukum Newton kedua, untuk arah vertikal, dengan memilih arah ke bawah (menuju pusat) positif.
               Fs = mas
               FTA + mg = m
Laju minimum akan terjadi jika FTA = 0 di mana kita dapatkan
             mg = m vA2/r
Kita selesaikan untuk vAvA = gr = √ 9,8 m/s2 . 1,1m = 3,28 m/s
Ini adalah laju minimum di puncak lingkaran jika bola harus meneruskan geraknya dalam lintasan melingkar.

(b)   Di bagian bawah lingkaran tali memberikan tegangan FTB ke atas sementara gaya gravitasi, mg bekerja ke bawah. Sehingga hukum Newton kedua, kali ini dengan memilih arah ke atas (menuju pusat) sebagai arah positif, menghasilkan
              
              FR = ma
                       FTB – mg = m vB2/r
Laju vB diketahui dua kali lipat dari hasil yang kita dapatkan di (a), yaitu 6,56 m/s. [Perhatikan bahwa di sini laju berubah karena gravitasi bekerja pada bola di semua titik di sepanjang lintasan, tetapi Persamaan (2) tetap berlaku, Fs = mv2/r.] Kita selesaikan untuk FTB pada persamaan terakhir:
              FTB   = m vB2/r + mg
                       = 0,15 kg . 6,562 m/s/1,1 m + 0,15 kg . 9,8 m/s2
                             =  0,15 kg . 39,12 m/s2 + 1,47 N
                            =  7,338 N
                       =  7,34 N
Perhatikan bahwa kita tidak bisa dengan mudah menentukan FTB sama dengan  ; yang terakhir ini sama dengan gaya total pada bola dalam arah radial dan dengan demikian juga melibatkan gravitasi. Jelas bahwa tegangan tali tidak hanya memberikan percepatan sentripetal, tetapi harus lebih besar dari mas untuk mengimbangi gaya gravitasi ke bawah.

Setahun Setelah Ibu Pergi

             Saat aku masih duduk di bangku SMP kelas II, ibuku meninggal setelah melahirkan adik bungsuku. Sungguh kepergiannya begitu menyakitkan bagiku. Dimana lagi harus ku cari kasih sayang seorang ibu kandung sepertinya. Dimana lagi aku bisa memperoleh kehangatan seperti kehangatan pelukannya, dimana lagi bisa kudapatkan kasih sayang selembut kasih sayang yang pernah dia berikan padaku dan juga kepada adik-adikku.
             Kini 1 tahun telah berlalu, ayah menikah lagi. Seorang wanita Jawa yang terlihat anggun telah merebut hati ayah dari ibu. Dia cantik, baik, tapi dia bukan ibu. Kecantikannya berbeda, kebaikannya pun berbeda. Dia tidak bisa menyayangiku sebaik ibu menyayangiku. Semenjak ibu pergi, keluargaku tercerai berai. Adik-adikku tinggal bersama keluarga Ibu di daerah asal Ibu. Sementara aku dan ayah, menetap di kota ini.
             Selama Ibu masih hidup, hidupku bahagia. Keluarga ibu adalah orang-orang yang berada. Aku tak pernah sulit dalam hal finansial. Ayahku hanyalah penyemir sepatu di pasar dengan penghasilan yang takkan mungkin bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari kami sekeluarga. Aku prihatin dengan keadaanku sekarang. Aku telah kehilangan perhatian yang selama ini membuat hidupku teratur. Ibu tiriku tidak mempunyai jiwa keibuan sama sekali. Dia seakan tak menyadari bahwa sekarang dia sudah menjadi seorang isteri dengan beberapa anak. Sikapnya masih saja seperti anak muda.
             Aku yang kurang diperhatikan, lama-kelamaan menjadi kehilangan arah. Mungkin ayah tak menyadari hal itu. Karena setiap tahun, di sekolah aku selalu membanggakannya dengan peringkat-peringkat teratas yang ku peroleh di kelas. Aku akui memang aku berbakat dan ayah percaya sekali padaku, hingga dia merasa dia tak perlu terlalu banyak mengurusiku karena aku sudah tahu mengurusi diriku sendiri. Tapi ternyata dia salah.
             Sejak aku memasuki bangku SMA kelas I, sejak itulah aku mulai merusak diriku sendiri. Pergaulanku sekarang tak teratur. Semua kalangan remaja maupun dewasa ku paksakan mereka masuk ke kedalam lingkaran pergaulanku. Dan itu berhasil. Dengan wajah yang manis, tubuh tinggi dan langsing, aku mampu menarik beberapa lelaki menjadi pacarku. Hingga aku terkenal di kota ini. Semua kalangan mengenalku. Bagaimana aku? Kebaikanku, keburukanku. Hampir semua pelosok di kota ini mengenalku. Tapi ayah dan ibu tiriku, mereka tak pernah tahu. Entah apa yang menyebabkan hal itu. Sudah taukah? Atau pura-pura tahu karena mereka malas mengurusiku?
             Teman-teman baikku kini adalah cewek-cewek bispak, orang-orang kaya, laki-laki pemabuk, pemakai, cewek-cewek pemakai, semua berteman baik denganku. Tapi kadang aku gengsi dan merasa sulit ketika berjalan dengan mereka karena aku kekurangan uang. Aku merasa tersisihkan. Mengapa disaat orang-orang bisa bersenang-senang, aku hanya bisa melihat mereka dan menyadari kekuranganku?
             Aku hancur, sangat hancur. Aku bahkan hampir saja mengikuti jejak teman-temanku menjadi cewek-cewek bispak. Tapi tidak. Aku hanya senang memanjakan diriku dengan rokok, minum minuman keras. Aku bergaul untuk ikut menikmati uang teman-temanku yang bispak yang tidak jelas datangnya dari mana. Semua ini ku lakukan awalnya hanya karena terpaksa. Tapi lama-kelamaan semua itu menjadi kebiasaan. Karena aku tidak bahagia dengan ayah yang hanya seorang penyemir sepatu. Penghasilannya sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanku. Sekarang, inilah aku dengan segala dosaku. Dosa yang mungkin sudah membuat Ibu sedih di alam sana.