Hargailah Cinta dan Kasih Sayang, karena Keduanya Selalu Menyertai Kehidupan Kita

Selasa, 12 Mei 2020

Takdir


Aku mendengar orang" bertanya tentang masa lalumu.
Aku bertanya, masa lalu mana yg mereka maksud?
Kau bilang, masa lalumu yang berharga adalah aku.
Ya,
Akulah masa lalumu,
Aku teramat penting,
Sebab aku juga masa kinimu,
Dan sedang kau jaga untuk masa depanmu.
Adakah yang merasakan ini selain aku?
Hanya aku.
Berapa banyak yg kita singgahi,
namun akhirnya kita sendirilah yang memilih pergi?
Baik kau maupun aku,
Kita berkali-kali pernah berjalan menjauhi satu sama lain,
namun setiap jalan yg kita tempuh
selalu berhasil mempertemukan kita kembali.
Aku sangat berterima kasih pada Tuhan, 
sebab jika Tuhan sudah menakdirkan kita adalah sepasang,
sejauh apa pun kita terpisah,
sekuat apa pun tali yang mengikatmu/mengikatku di sana,
lama" akan renggang dan lepas juga,
dan akan berakhir dengan pertemuan kita.
Itulah takdir.

Keadilan

Di hati yg lain aku pernah terikat amat erat,
di hati yg lain kau pun pernah terikat amat erat.

Aku pernah bahagia hingga melupakanmu,
kau pun pernah bahagia hingga melupakanku.
Aku pernah ingin lebih serius menjalani hidup tanpamu,
kau pun pernah ingin lebih serius menjalani hidup tanpaku.

Ada saatnya aku memandangimu dengan cinta,
ada saatnya pula aku memandangimu tanpa cinta.
Ada saatnya kamu memandangiku dengan cinta,
ada saatnya pula kamu memandangiku tanpa cinta.

Adakah yang tidak adil untuk kita?
Meski waktunya tak selalu bersamaan, Tuhan telah berlaku sangat adil untuk kita.
Lantas, masa lalu mana yang perlu kita khawatirkan?
Kita masing-masing pernah punya masa lalu yang berharga pada masanya.

Seindah apa pun masa lalu, semuanya telah usai.
Bukankah melelahkan terus memandang ke belakang?
Bukankah berbahaya berjalan ke Utara namun menghadap ke selatan?

Ikhlaskan masa lalu kita, meski di sana kita pun pernah menyatu.
Terus menatap ke depan, syukuri setiap kebahagiaan yang datang, lewati semua rintangan yang ada.
Kita bisa, kita kuat, bila bersama.

Rabu, 10 April 2019

Senja yang Ku Harapkan Dapat Membawanya Pulang ke Sisiku


Untuk seorang penikmat senja sepertiku, aku berharap kelak hanya dia yang dapat menemukanku ketika semua orang sibuk mencariku. Di bawah langit itu, aku berdiri menikmati senja di tempat yang menjadi favorit kami dulu. Dia hadir menutup mataku dan menyuruhku menebak tangan siapa yang telah lancang menyentuh kulit wajahku. Lalu aku berbalik dan menemukannya tersenyum lebar diikuti tawa kami berdua. Kemudian aku dan dia berpelukan seakan sejam kemudian kami akan berpisah. Kemudian kami menangis, entah karena bahagia atau karena ketakutan. Yang jelas, di saat itu kami hanya berusaha menemukan kebahagiaan dengan memecahkan tabungan rindu yang telah kami tabung bersama-sama.

Sayangnya, semua harapan itu kini hanyalah sebatas harapan. Harapan yang dari hari ke hari akan menjadi harapan kosong, takkan terwujud. Nyatanya, hari ini aku hanya berdiri sendiri dan merindu pada senja yang ku harapkan dapat membawanya pulang ke sisiku. Tabungan rinduku telah dicuri, hingga aku sendiri tak bisa mengubahnya menjadi kebahagiaan yang ku impikan. Tabungan rinduku telah direnggut oleh takdir yang tak menghendaki aku dan dia untuk bersama. 

Hari itu juga, aku menyaksikannya duduk di atas singgasana itu. Singgasana pengantinnya bersama dengan kekasih yang telah halal baginya. Sebagaimana yang pernah ku ceritakan, isterinya menggenggam sejumlah mawar di tangan kirinya dan tangan kanannya bersilang dengan tangan kirinya. Dari sini aku menyaksikan kebahagiaannya walau hanya lewat siaran langsung saudara sepupunya di media sosial. 

Seketika aku ingin menangis, tapi sesuatu di dalam hati melarangku untuk menangis. Aku tersiksa dengan rasa sakit hati tanpa tangisan. Aku teringat pernah mendengarnya bercerita tentang khayalannya jika kami menikah nanti, dulu. Dan hari ini aku menyaksikan bukti bahwa khayalannya selamanya hanya sebatas khayalan saja. Wajahnya riang, senyumnya lebar, tanpa berpikir bahwa aku tersiksa dengan sisa-sisa janjinya untuk datang memintaku menjadi kekasih halalnya. Perasaanku hancur. Satu janji rasa yang coba ku tanamkan dalam hatiku adalah, Demi Allah, aku bahagia dengan takdirnya, dengan takdirku.



Selasa, 26 Maret 2019

Ada Rindu di OSN Palembang 2016


Aku rindu saat kau bercerita tentang Riska Payal, siswa jagoanmu di OSN 2016, bagaimana kau keluhkan kekecewaanmu karena tidak bisa mendampinginya ke Palembang. Namun, karena kebaikan orang tua Riska, kau diikutkan ke sana. Mendampingi Riska, menyemangati dan menguatkannya.
Aku rindu saat kau datang bercerita di depanku tentang peserta OSN Palembang 2016 yang keracunan makanan hotel. Dan kau sangat bersyukur Riska dan temannya tidak ikut keracunan. Aku rindu menjadi tempat ternyaman dimana kau bebas meluapkan semua kekesalanmu, kekecewaanmu atas semua kejadian yang tidak berjalan sesuai inginmu.

Kamis, 14 Maret 2019

Belajar Melepas Rasa dan Asa

Lama dia pergi. Lalu tadi malam dia datang mengabariku dan bilang bahwa dia akan segera menikah. Demi Allah, tak ada sedikit pun rasa sesalku telah bertahan dalam diamku. Tak ada sedikit pun rasa kecewa dalam hatiku atas ketetapan Allah atas dirinya.

Sudahlah. Mungkin dia hanya mencintai duniaku saja. Tidak dengan akhiratku. Terkadang aku bertanya pada diriku sendiri, lupakah aku ? bahwa dia pernah dengan sangat lemah menjaga rasanya untukku sendirian. Dia, lelaki yang beberapa tahun ini namanya selalu terucap dalam do’aku pernah dengan mudah pergi dari hatiku hanya karena aku telah meminta raganya pergi dari sisiku, dari hariku. Padahal kepergianku semata-mata ku lakukan untuk mencari ridha Yang Maha Kuasa, bukan hanya untukku, tapi juga untuknya. Bukankah dalam cinta, kadang mengusir raga tak berarti juga mengusir rasa, apalagi asa. Itu pun dia tak mengerti. 

Aku percaya bahwa segala ketetapan yang telah ditetapkan Allah atas aku dan dia adalah sebaik-baiknya ketetapan yang tak bisa ku ubah dengan cara apa pun, dengan rayuan apa pun. Bukankah segala yang terjadi dalam hidup ini telah tertulis jelas dalam Lauhul Mahfudz ? Segala rahasia pada akhirnya akan terungkap, termasuk rahasia pendamping yang terbaik bagiku kelak. Sekarang belumlah waktuku untuk bahagia, maka cukup ku syukuri saja kebahagiannya. Aku meyakini bahwa ini adalah jawaban Allah atas do’aku sepanjang dua tahun ini, bahwa Allah telah mengasihaniku mendo’akannya yang bukan jodohku. Pada hari ini, akhirnya aku sadar bahwa besok takkan ada lagi lantunan do’a yang sama seperti hari ini, do’a yang mengharapkannya kembali ke sisiku, memintaku menjadi pasangan hidupnya, kemudian hidup bahagia bersamanya dalam ikatan tali suci pernikahan hingga maut memisahkan sesuai janjinya dulu. Takkan ada lagi.

Memang benar bahwa selama akad belum terlaksana, semua hal bisa saja terjadi. Kita sama-sama tahu bahwa dengan kehendak Allah, rencana yang telah tersusun rapi pun bisa jadi hanya sebatas rencana. Sedangkan apa yang tidak pernah direncanakan, bisa jadi itulah yang terjadi. Namun akan ku hapus segala asaku. Hapus. Takkan ku biarkan semua itu menggodaku untuk kembali berharap lagi. Takkan ku biarkan apa yang disebut kesempatan itu merayuku hingga aku bisa salah lagi. Tidak akan, sebab akan ku relakan pernikahannya.

Berpikir positif itu memang memudahkan kita untuk bisa tenang menghadapi segala permasalahan yang ada, tapi tak semua hal harus dihadapi dengan berpikir positif, salah satunya adalah kenyataan yang memang pahit adanya. Berkali-kali telah ku peringatkan diriku sendiri tentang itu, tapi hatiku tetap berusaha untuk merayu pikiranku untuk percaya dan yakin bahwa pernikahannya pasti hanyalah mainan, bualan untuk menyenangkan hati kekasihnya saja. Nyatanya, mainan dan bualan itu ternyata adalah kemauan dan keseriusan yang dulu dia janjikan padaku. Tapi justru kepadakulah mainan dan bualan itu.

Begitulah jodoh. Seperti apa pun kita pernah mencintai seseorang di masa lalu, sesungguh apa pun kita berniat untuk kelak akan kembali menjemputnya demi menjadikannya sebagai kekasih yang halal bagi kita, kelak semua itu akan pudar oleh kehadiran jodoh kita. Karena sesungguhnya, cinta itu memang hanya sepantasnya kita sembahkan padanya. Meski awalnya niat kita hanya untuk bermain-main dengan perasaannya, kelak perasaan padanyalah yang dengan sendirinya ingin kita perjuangkan. Karena dialah, jodoh.