Sabtu, 9 Juni 2012 pernah menjadi
malam terindah sekaligus mengharukan bagiku. Malam kenangan yang mengharuskanku
melepaskan kepergian seseorang yang kusayang pada keesokan harinya. Malam yang
kini tidak lagi ku kenang. Malam yang sudah hampir kulupakan.
Setelah malam itu, masih ada
malam-malam dimana aku masih merindukannya, masih mengharapkan kehadirannya,
serta membutuhkan pundak dan jemarinya untuk menahan kesedihan dan menghapus
air mataku. Kini semuanya telah musnah. Aku telah gagal menjalani kisah cinta
dalam jarak yang terpisah. Mataku terlalu lemah untuk melihat seseorang yang
lebih dari dirinya. Hatiku terlalu mudah untuk berpaling ke lain hati yang
belum tentu menyayangiku sebesar dia menyayangiku.
Setelah sabtu, 9 Juni 2012 itu,
tak ada lagi pertemuan-pertemuan istimewa antara dia dan aku yang sering kami
adakan. Kata-katanya memang masih sering membanjiri hari-hariku, namun wajahnya
tak pernah lagi menghiasi pandanganku. Mungkin karena itu, hingga aku dengan
mudahnya melepaskan ikatan yang sudah mengikat kami sejak 26 Agustus 2010.
Semua ini akibat dari keegoisanku, dari ketidakdewasaanku menghadapi semuanya.
Semua itu mungkin telah menyakitinya. Semua ini yang menyebabkan hatinya hancur
berkeping-keping.
Juli 2012 bahkan tak bisa
menyelamatkannya dari kejahatanku. Hatiku tak bisa luluh meski Tuhan telah
menunjukkan padaku betapa Dia telah menyatukan hatiku dan hatinya. Dalam jarak
yang sejauh ini, dia bahkan bisa merasakan hatiku yang mulai berpaling. Meski
saat itu aku tak benar-benar berpaling. Dia gelisah ketika aku terlalu sibuk
dengan yang lain dan mengabaikannya. Aku memang sering mengabaikannya, namun
pengabaianku yang sudah-sudah ternyata tak pernah membuatnya segelisah ini.
Oktober 2012, dia dan aku telah
jauh, sangat jauh. Dia sendiri, aku pun telah sendiri. Inilah jalan yang
kupilih. Benar-benar memutuskan ikatan yang sudah lama mengikat kami berdua. Ketika semua itu terjadi, aku benar-benar dihantui oleh rasa sakit yang pernah diberikannya padaku sepanjang tahun-tahun kita bersama. Rasa sakit yang tiada henti membuatku tenggelam dalam kebencian yang memberiku semangat untuk melepaskannya.
Hingga Desember 2012, dia masih
bertahan tanpa penggantiku. Semati itukah perasaannya setelah ku hancurkan ? Apa benar-benar hancur ? Sedangkan aku telah menemukan penggantinya.
Entah nantinya aku bahagia bersamanya atau tidak, tapi apakah dia akan terus
seperti itu ? Aku turut bersedih mendengarnya, tapi aku tak bisa kembali padanya. Loyalitasku terlalu tinggi, membuatku harus mengabaikannya.
Hingga 2013, dia masih saja
sendiri. Aku masih setia dengan penggantinya
yang kumiliki sejak akhir 2012. Penggantinya
yang sempat kehadirannya sangat sering ku pertanyakan. Ada sesuatu yang pernah terjadi
di antara kami. Tapi semua itu tak meruntuhkan rasa setiaku pada penggantinya itu. Aku sangat setia pada penggantinya. Aku harus belajar
memperbaiki kesalahanku yang dulu. Jika dulu aku pernah lemah mempertahankan
hubungan bersamanya karena keegoisan serta ketidakdewasaanku, maka inilah
saatnya aku harus belajar untuk tidak egois dan dewasa dalam menghadapi
semuanya pada hubunganku bersama penggantinya
itu.
Aku tidak tahu apakah dia
benar-benar masih sendiri atau tidak. Yang jelas, Tuhan tidak mungkin
membiarkan dia sendirian mengharapkan aku yang takkan mungkin kembali. Entah semua itu benar atau tidak, yang jelas dia
pasti punya seseorang yang tak pernah dia sadari kehadiran seseorang itu. Dia
harus bahagia, seperti aku yang kini bahagia bersama panggantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar