Kata-kata
itu masih ku ingat, suara itu masih ku dengar walau hanya sebatas bayang-bayang
semata. Dua tahun lalu, aku dan kamu duduk di bawah rembulan yang menyinari
kita dengan terangnya. Dengan romantisnya kau memberitahu keadaan malam
itu yang kemudian diikuti dengan pertanyaan itu walau terdengar sangat
tergesa-gesa kepadaku, “maukah kau menjadi pacarku?”. Setelah berbincang
lama, ku jawab pertanyaanmu dengan lembut, “Iya, aku mau”.
Kini dua tahun telah berlalu. Ternyata kebahagiaanku malam itu hanya sekejap.
Dua tahun ini kulewati dengan rasa sakit yang tak kunjung usai. Kau menyakitiku
dengan sikapmu, dengan sifatmu. Sungguh, sesuatu yang belum pernah kubaca jauh
sebelum kita memulai hubungan ini. Senyumku kau balas dengan tangisan,
kesabaranku kau balas dengan kesakitan, rinduku pun hanya kau balas dengan
kekecewaan.
Kini aku sangat menyesal harus mencintaimu dan membiarkanmu masuk dalam
kehidupan terdekatku dan menguasai semua ruang yang ada di dalam hatiku. Aku
sakit, sesekali aku ingin berlari melepas semua rasa sakit dan perasaan yang
sudah lama mendiami hatiku. Tapi aku sadar, tak segampang itu, tak semudah itu
melupakan seseorang yang kita cintai apalagi 2 tahun bukanlah waktu yang
singkat. Banyak kenangan yang sudah kita lalui, meski banyak terisi oleh air
mataku. Mengapa harus aku yang selalu mengalah? Kamu tak pernah menganggapku
sebagai seseorang yang penting dalam hidupmu. Aku berharap menjadi hartamu,
tapi kau tak pernah bisa menganggapku berharga.
Entahlah,,mungkin aku bodoh atau apa? Tapi inilah kenyataan bahwa aku memang
tak bisa hidup tanpamu. Aku ingin mengakhiri semua ini, tapi aku takut akan
menangis lagi. Aku takut malam-malamku akan dipenuhi air mata lagi, sama
seperti 1 tahun lalu ketika aku memutuskan untuk berpisah darimu.
Tiga bulan berpisah membuatku tak pernah tenang. Ada bisikan-bisikan
kecil dalam setiap tidurku, “aku ingin kembali bersamamu”. Di saat aku sendiri,
kenangan-kenangan masa lalu terus menghantuiku. Membuatku semakin sedih.
Terlebih saat kita berbicara lewat telepon atau saling berbalas sms. Sedikit
bahagia ku rasakan, meski kita tlah berpisah tapi tak memisahkan hubungan
pertemanan kita. Kau memberi perhatian padaku sebagaimana sewaktu kita masih
bersama. Tapi kebahagiaan itu terkalahkan oleh rasa sesalku, mungkin akan lebih
bahagia jika kita bisa saling memiliki seperti dulu. Setiap hari, ada namamu
yang kusisipkan dalam setiap do’aku. Aku tahu Tuhan tidak tuli, aku tahu Tuhan
tidak buta, Dia melihatku yang setiap hari menangis, dan mendengarkan semua
do’a-do’aku. Tiga bulan itu akhirnya berakhir, kau memintaku kembali dan
aku bisa kembali bahagia sama seperti pertama kali kau memintaku. Tapi ternyata
bahagia itu tidak berlanjut. Aku tersakiti kembali. Aku bertanya pada Tuhan,
apa salahku ? Apakah aku tak bisa memahamimu ? Tapi mengapa harus aku yang
selalu mengalah. Aku wanita, aku juga ingin dimengerti oleh laki-laki yang ku
sayangi.
Sampai sekarang, hingga kini, aku selalu merasakan sakit sepanjang cintaku. Aku
berharap suatu saat Tuhan memberiku penggantimu dan aku bisa melupakan
dan menghapus perasaanku padamu secepatnya.
Untukmu yang ku sayang,,
Dari hartamu yang tidak berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar